Sabtu, 25 April 2015

Wahai Ibu, Dalam Keadaan Bagaimanakah Anakmu Dibesarkan? by.Mega fitrah #pemenang kedua lomba karya tulis UKMI BU



M
ungkin kita pernah mendengar atau bagi yang belum pernah mendengar pernyataan ini, sekarang mari diperdengarkan bahwa ketika seorang wanita malas akan belajar, ingatlah bahwa anak-anaknya kelak berhak dilahirkan dari rahim seorang wanita yang cerdas. Pun juga ketika seorang wanita malas akan beribadah, ingatlah bahwa anak-anaknya kelak berhak dilahirkan dari rahim seorang wanita yang taat.  Sejenak, seperti itulah gambaran masa depan akan peran ia sebagai wanita dalam sebuah keluarga.
Adapun peran wanita dalam keluarga ini, tentu tergantung dari kedudukan dan fungsinya dalam keluarga itu sendiri. Apakah ia berkedudukan sebagai seorang anak, istri, maupun berkedudukan sebagai seorang ibu. Karena, ia akan menjalankan peranan sesuai fungsinya dengan sebagaimana ia berkedudukan.
Seorang wanita akan menelurkan generasi-generasi yang nantinya akan memegang tampuk kehidupan dalam dunia yang terus berproses ini. Ia yang akan menggores seberapa dalam dan kuatnya kepribadian (baca : akhlak) yang akan dimiliki para generasinya. Otomatis  disini adalah tentang peran wanita sebagai seorang ibu.
Berasumsi dari filosofi teori tabularasa oleh Jhon Locke, dimana setiap anak yang lahir diibaratkan seperti kertas kosong. Memang ada benarnya juga yang dikemukakan Locke, disini mengacu bahwa orang tua dari si anaklah yang pertama kali akan melukiskan apapun dari setiap kertas kosong tadi. Pun sama dengan hadist yang diriwayatkan oleh Baihaqi, bahwasanya setiap anak dilahirkan dalam kondisi fitrah, lalu kedua orangtuanya yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Asumsi filososfi Locke dan kutipan hadist tersebut bahwa orang tua dapat menginginkan generasinya seperti apa yang ia kehendaki, sehingga tampak jelas peran orang tua terutama ibu tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anaknya.
Terlepas dari itu semua, Dorothy L. Notle seorang penulis berkebangsaan Amerika juga memiliki buah pena yang inspiratif sekali. “Children Learn What They Live”, yang mengangkat tentang bagaimana seorang anak itu belajar dari kehidupannya. “Jika anak dibesarkan dengan toleransi, dia akan belajar menahan diri. Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, dia belajar keadilan. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, dia akan belajar menemukan cinta dalam hidupnya” merupakan salah satu penggalan dari puisi karya Notle yang bisa dijadikan cerminan dalam proses pemberian pendidikan kehidupan si anak.
Orang tua (baca : Ibu ) adalah pemancang tonggak sebagai pembentuk kepribadian dan sebagai pencerah peradaban dalam menciptakan insan yang kompetitif  karena di sanalah  titik sentral pendidikan itu sebenarnya. Oleh sebab itu, ia akan mendidik anak-anaknya dengan cara yang baik. Nah, baik yang seperti apa? Tentu saja sesuai dengan Al-Quran dan Hadist. Bukankah dua pusaka tersebut adalah pedoman, lalu hendaknyalah mempedomani pedoman yang mutlak bin absolute sudah ada.
Seperti diriwayatkan oleh At-Tabrani dari Ali Ibn Abi Thalib r.a. bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda: “Didiklah anak-anakmu atas tiga hal: mencintai nabimu, mencintai ahli baitnya dan membaca Al-Quran, karena orang mengamalkan Al-Quran nanti akan mendapatkan naungan Allah pada hari ketika tiada naungan kecuali dari-Nya bersama para nabi dan orang-orang yang suci”. Subhanallah, indah sekali hadist beliau untuk mendidik putra-putri generasi harapan dari orang tua sang pendidik pertama dan utama.
Sejatinya, peran besar orang tua terhadap anaknya ialah tanggung jawab yang kelak akan diminta pertanggungjawabannya. Tentang bagaimana ia mendidik, membesarkan, dan menanamkan nilai-nilai kehidupan atas diri anaknya. Sedari orang tua paham akan hal itu, mereka tidak akan tutup mata, tutup telinga bahkan jangan sampai tertutup pintu hatinya perihal kebaikan anaknya. “Ketahuilah bahwa anak adalah amanat bagi orang tuanya. Hatinya merupakan mutiara yang masih asli, siap untuk dibentuk macam apapun. Jika dibiasakan pada kebaikan, tentu dia akan tumbuh pada kebaikan itu. Orang tua dan walinya (pendidik) sama-sama mendapat pahala. Jika anak dibiasakan pada keburukan, maka dia akan tumbuh pada keburukan itu, orang tua dan walinya (pendidik) akan dapat dosa karenanya. Jadi, orang tua dan wali (pendidik) harus menjaga, mendidik, mengarahkan, membimbing dan mengajari anak dengan akhlak-akhlak yang baik” (Ibnu Qudamah dalam Minhajul Qhasidin).

Multi Peran Muslimah Membawa Karamah by.Mukrimah #pemenang pertama lomba karya tulis UKMI BU



Wanita selalu menempati posisi yang istimewa. Karena keistimewaannya wanita sering diterpa kondisi dan situasi yang merendahkannya. Kok bisa? Jelas saja bisa,  karena sesuatu bisa menjadi tinggi jika dia bisa menjadi rendah, begitu juga sebaliknya. Keanggungan, keluhuran, keistimewaan hanya dapat diraih dengan kerja keras, banting tulang, menahan hawa nafsu dan berani hidup berkubang tanah. Sedangkan kehinaan, kenistaan, dan kehancuran akan segera terjadi jika kelalaian, kesombongan dan berfoya-foya. Karena manusia memiliki dua sisi yaitu sisi malaikat dan sisi setan.
Era modern menggambarakan kwalitas para wanita. Kemajuan teknologi dan peradaban menunjukkan sisi wanita yang begitu kompleks, kompleks karena terlibat hampir dalam semua aspek kehidupan. Dalam catatan sejarah kenabian sendiri ada sejumlah besar perempuan yang ikut memainkan peran penting bersama kaum laki-laki.K hadijah, Aisyah, Umm Salamah, dan para isteri nabi yang lain, Fathimah (anak), Zainab (cucu) dan Sukainah (cicit). Mereka sering terlibat dalam diskusi tentang tema-tema sosial dan politik, bahkan mengkritik kebijakan-kebijakan domestic maupun publik yang patriarkis. Partisipasi perempuan juga muncul dalam sejumlah “baiat” (perjanjian, kontrak) untuk kesetiaan dan loyalitas kepada pemerintah. Para perempuan sahabat nabi seperti Nusaibah bint Ka’b, Ummu Athiyyah al Anshariyyah dan Rabi’ bint al Mu’awwadz ikut bersama laki-laki dalam perjuangan bersenjata melawan penindasan dan ketidakadilan. Tidak berebeda di era modern ini, kemampuan wanita semakin terlihat dalam berbagai macam pekerjaan dan profesi seperti Melinda Gates yang merupakan pendiri dari Bill & Melinda Gates Foundation memimpin para wanita di bidang teknologi dan masih banyak lagi wanita lainnya.
Perempuan adalah sosok yang menjadi tauladan bagi sebuah generasi sehingga perlu dipersiapkan secara matang untuk menuju suatu perubahan sehingga dapat mendatangkan kebaikan. Perempuan tidak akan bisa mengurusi rumah tangga atau masyarakat tanpa pengetahuan intelektual dan etika yang memadai, perempuan wajib belajar (mempelajari) mulai dari dasar hingga ia paham dasar-dasar pengetahuan yang memungkinkan ia dapat memilih sesuai minat dan pengembangannya kapan saja. Sebagai seorang istri, perempuan harus mampu menjadi “abdi” setia yang siap melayani sepenuhnya hak-hak dan keinginan suami.
Allah berfirman,

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan menjadikan rasa kasih dan sayang di antara kalian.” (QS. Ar-Rum: 21)
.
Sebagai seorang istri dia memberi ketentraman pada suami, melengkapi dan menjaga kesucian dan kehormatan diri dan suami. Sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya, perempuan adalah guru pertama bagi sang anak, karena ibu sangat berperan memberi warna dan corak terhadap anak-anaknya. Melalui seorang ibulah asal segala kehidupan di mulai, termasuk kehidupan anda kawanku. Perempuan merupakan benteng utama dalam keluarga. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia dimulai dari peran perempuan dalam memberikan pendidikan kepada anaknya sebagai generasi penerus bangsa. Ibu kita tidak lah dikenal oleh Negara, tetapi dialah yang menyiapkan orang-orang yang mengelola Negara. Ibu kita tidak dikenal dalam sejarah tapi dia yang melahirkan orang-orang bersejarah.
Dalam islam kaum wanita tidak diragukan lagi memiliki kedudukan khusus dalam tatanan masyarakat Islam. Menurut Sayid Muhammad Husain Fadhlullah menyatakan, perempuan dalam pandangan Islam tidak meletakkan batasan dan perbedaan antara laki-laki dan perempuan pada tingkat hakikat kemanusian. Laki-laki dan perempuan merupakan esensi kemanusiaan yang satu, hanya perbedaan satu-satunya adalah perbedaan yang ada kaitannya dengan fisik. Dalam surah Al-Tawbahayat 71 yang artinya:
‘’Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah awliya' bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh untuk mengerjakan yang ma'ruf,mencegah yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah”.
Secara umum, ayat di atas dipahami sebagai gambaran tentang kewajiban melakukan kerjasama antar lelaki dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan yang dilukiskan dengan kalimat menyuruh mengerjakan yang ma'ruf dan mencegah yang munkar. Manusia dalam menuju kebahagiaan hakiki (sesuai agama masing-masing). Perempuan yang tercerahkan harus mengingatkan saudara-saudara mereka akan peran dan tugas yang dipikul perempuan, baik melalui pendekatan, media, pelatihan, dan cara lainnya. Tugas ini akan berhasil jika dilakukan oleh perempuan itu sendiri, karena persamaan yang dimiliki, yaitu sebagai perempuan yang sama-sama memiliki kekuatan emosional dan akal.
Di samping wanita sebagai ibu rumah tangga dan pendidik generasi, ia dalam satu waktu juga berperan sebagai pendidik para pemudi-pemudi dan ibu-ibu. Di dalam rumah ia pendidik anak-anak, sedang di luar rumah ia pendidik sebagian anggota masyarakat. Suatu masyarakat dikatakan berhasil, bila wanitanya berakhlak mulia. Wanita bagaikan mahkota, bila mahkota baik, maka seluruhnya akan kelihatan cantik dan bagus. Tapi bila mahkotanya rusak, maka yang lain pun tidak ada artinya apa-apa. Perempuan harus mampu memegang dan mempertahankan citra eksklusifnya di kalangan masyarakat. Citra perempuan yang ideal sebagai sosok yang bergerak “sesuai kodratnya” masih tetap bergema dan semarak hingga saat ini dan hal itu menjadi tuntutan umum yang dirasakan oleh perempuan-perempuan dunia, terutama di Indonesia jumlah perempuan yang demikian besar merupakan aset dan problematika dalam kehidupan. Sebagaimana perempuan dapat menjadi sumberdaya jitu untuk memperbaiki sebuah masyarakat, ia pun dapat menjadi sarana jitu untuk merusak dan menghancurkan sebuah negara. Dalam surat Yusuf ayat 28 yang berbunyi:
“Sesungguhnya tipu daya mereka adalah sangat besar…”. Jika perempuan menjadikan dirinya sebagai penggoda lelaki untuk melakukan perbuatan buruk, maka tipu dayanya lebih besar dari tipu daya syetan. Oleh karenanya, jarang lelaki yang dapat lolos dari tipu dayanya. Oleh karenanya, hendaknya (perempuan) memahami sejak dini tentang makna kejujuran, pengorbanan, menolong sesama, dan nilai-niali religiulitas lainnya seperti ketaatan beribadah kepada Allah dan kepada Rasul. Jika semua nilai-nilai ini ditanamkan sejak dini, nilai-nilai tersebut akan mengakar dalam jiwa dan dapat menjadi pencegah dirinya dalam melakukan hal-hal yang buruk. Karena perempuan memilki banyak keistimewaan yang jika dijaga akan mendatangkan karamah dan jika dibiarkan tanpa penjagaan akan ada banyak kehancuran yang akan datang.
Wanita adalah mutiara yang terjaga dan berharga
Bukan batu yang berserakan, dipijak-pijak dan tak bernilai
Jadikan dirimu wanita yang memberi karamah
Disetiap kata yang terucap dan di setiap tingkah yang dibuat