Ada apa dengan aku?
Ada apa dengan cinta?
Ada apa dengan dakwah?
Ada apa dengan kami bertiga?
Hari ini apalagi hari yang telah terjadi, masih ada jarak yang
memisahkan kami bertiga. Kami yang tak saling berkenalan apalagi bertegur sapa.
Walaupun kami selalu berjumpa lewat apa-apa yang kadang kami berpura untuk
tidak mengetahuinya. Kami yang seakan bermusuhan padahal bersaudara. Jangan
tanyakan kenapa, aku juga tidak tahu pasti jawabannya.
Saat ini, aku mulai berkenalan dengan mereka berdua. Perkenalan alay
ala abege-abege kebanyakan. Kesininya, kami mulai mencoba untuk mengeti satu
sama lain. Mencoba membuat ukhuwah antara aku, cinta, dan dakwah. Seperti hakikatnya
ukhuwah, butuh perjuangan, pengorbanan, pengertian, keikhlasan, dan segala
macam jenis lainnya.
Kami memulai persaudaraan ini dengan perlahan, hari per hari, hingga
tumbuh ‘ukhuwah’ itu. Sampai di satu saat aku mulai dekat dengan dakwah. Dakwah
yang tiap hari merasuki aku lewat kelembutannya, lewat kemuliaannya. Tak jarang
aku mulai jenuh untuk terus bersama dakwah. Bosan itu mulai menggelayuti aku
yang berusaha menjauh dari dakwah. Tapi hatiku terhenti saat aku menemukan
janji dakwah yang dikirimkan oleh Penguasa dalam Surat Ibrahim ayat ke 6.
Liriknya begitu mendebarkan jantung yang sudah lama tak berdetak. Janjinya
pasti dan tak mungkin di ingkari. Letih dan jenuh itu mendadak sirna. Aku
semakin ingin terus bersama dakwah, kapanpun-dimanapun.
Jantungku berdetak semakin cepat melebihi efek kafein (read: disko)
setiap harinya. Kali ini cinta mulai muncul. Ia hadir setiap waktu dan membuat
aku semakin menggila. Aku kini seperti pecandu, pecandu cinta dan dakwah.
Candunya bisa-bisa membunuh aku yang tak tau berapa kadar dosis yang harus
kutelan tiap harinya. Aku bahkan tidak bisa lepas dari cinta, tidak bisa lupa
memikirkan dakwah. Walaupun sesekali aku berfikir tentang aku yang tidak ada
apa-apanya dibanding mereka.
Jiwaku kini penuh, fikir dan hatikupun terisi oleh cinta dan dakwah
yang rasanya telah mengalir bersama dalam aliran darah. Darah-darah yang haus
dan selalu merindukan cinta dan dakwah untuk terus mengalir bersamanya. Melengkapi
darah agar dapat aku gunakan untuk memenuhi kebutuhanku.
Sesekali aku jenuh. Cinta ini terlalu menggerogoti aku yang tidak
kokoh. Ukhuwah ini mulai tercemar. Aku tanpa sadar merusak ukhuwah yang telah
aku bangun bersama mereka hanya karna futur yang tak henti-hentinya membisiki
aku tentang kebahagian semu yang begitu menggoda (dan aku berhasil tergoda). Aku
mulai melupakan Penguasa yang sejatinya selalu mengawasi aku lewat pengawalnya
yang tak pernah pergi meninggalkan aku sendirian. Tak peduli aku sendiri,
berdua, bertiga, berempat, bersekian. Tak peduli aku tertawa, tersenyum,
menangis, mengumpat, menghujat, bahkan melupakan bahwa ada pengawal di
sampingku.
Ukhuwah ini mulai terasa berat. Meskipun para penasehat tak
henti-hentinnya menamparku jika aku mulai letih bersama cinta dan dakwah. Aku
mulai lupa akan surat penguasa yang kemarin menggetarkan jantungku. Aku lupa
semua kisah bersama dakwah dan cinta yang mampu membuat aku tersenyum kala air
mata mulai jatuh. Aku yang mendadak lupa akan perjalanan ukhuwah yang dengan
perlahan aku coba bentuk. Bahkan, aku tergoda oleh futur yang baru saja muncul
untuk menghancurkan ukhuwah yang terjalin ini. Ah, aku rapuh sekali.
Bodohnya, aku hampir lupa bahwa pengawal-pengawal ini terus
mengawasi gerak-gerikku, tak luput sedetikpun utuk dilaporan pada Penguasa
nanti. Aku lupa akan surat-surat penguasa yang biasanya menjadi peneduh,
penenang, dan pedoman dalam aku menjalani hidup ini. Ia mulai memanggilku,
mengajak aku untuk berpelukan dengan kasih penguasa. Aku bersyukur, sang
Penguasa masih mau menerimaku. Masih mau merangkul aku yang sesekai khilaf
melupakanNya.
Lagi-lagi, surat cinta penguasa ini mampu meracuniku, membius aku
untuk terus bertahan dalam ukhuwah yang indah ini. Aku masih ingat janjiNya,
jika aku melancarkan visi misinya, maka
Ia akan membantuku. Dan lagi, aku terbunuh oleh ukhuwah atas cinta dan dakwah.
Dari
aku.
Aku yang
semakin rindu untuk terus berpegangan.
Merangkul
dan berjalan bersama cinta dan dakwah.
anggiapriyana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar